Ngorok pada Anak

Hati-hati jika buah hati Anda mengorok. Jangan sepelekan. Sebab ternyata mengorok pada anak dapat menimbulkan berbagai masalah mulai dari penurunan kadar oksigen dalam darah, hingga membuat anak sering merasa letih dan kesulitan belajar.

Anak yang mengorok mungkin terdengar lucu dan menggemaskan. Namun, kebiasaan mengorok pada anak dapat menyebabkan berbagai masalah. Mulai dari mengompol waktu tidur hingga menurunnya prestasi sekolah. Bahkan beberapa anak yang mengorok mengalami salah diagnosis sebagai anak hiperaktif (Attention Deficit Hyperactive Disorder/ ADHD), padahal yang mereka butuhkan sebenarnya hanya tidur nyenyak.

Apa penyebab mengorok pada anak?

Mengorok pada anak dapat disebabkan tiga hal, yaitu:

1.      Kelainan bentuk anatomis. Misalnya anak terlahir dengan rahang bawah atau

     saluran napas kecil.

2.      Otot pernapasan dan saraf pengontrol­nya bekerja tidak sempurna.

3.      Tersering disebabkan pembesaran amandel (tonsil dan adenoid).

Apakah mengorok pada anak sering ditemukan?

Mengorok pada anak merupakan hal yang sering ditemukan. Di Amerika Serikat dan negara-negara lain di­temukan 11-12% anak usia 1 hingga 9 tahun mempunyai kebiasaan me­ngorok (mengorok 3-4 kali seminggu).

Mengapa orangtua dari anak yang mengorok harus waspada?

Orangtua harus waspada karena me­ngorok dapat menyebabkan gangguan kualitas tidur dan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi otak dan jantung.

Apakah perbedaan mengorok pada anak dan orang dewasa?

Prinsipnya sama. Mengorok adalah suara napas yang berbunyi akibat getar­an udara yang melalui saluran napas atas. Jadi me­ngorok menunjukan adanya tahanan yang tinggi terhadap udara di saluran napas atas. Waktu tidur otot mengalami relaksasi sehingga jalan napas mengecil. Akibatnya jumlah udara yang sama harus melewati tempat yang lebih sempit.

Mengorok dapat merupakan gejala dari penyakit yang serius seperti sleep apnea (henti napas waktu tidur). Sekitar 3% anak usia 1-9 tahun menderita sleep apnea.

Bila mengorok disertai henti napas, anak kemungkinan menderita sleep apnea. Saluran udara sangat sempit sehingga udara tak bisa lewat. Anak dapat berhenti napas beberapa detik sampai satu menit. Kemudian otak membangunkan badan supaya berusaha bernapas kembali. Akibatnya anak terbangun dan bernapas kembali. Karena sering terbangun, tidurnya tidak nyenyak dan merasa ngantuk dan lelah sepanjang hari.

Apakah ‘kebiasaan’ mengorok pada anak selalu berbahaya?

Hal ini belum diketahui. Mengorok tidak normal pada anak, tetapi tidak selalu harus diobati. Tetapi bila anak sering terbangun, atau dicurigai sleep apnea, anak itu harus diobati.

Apakah yang meningkatkan risiko terjadinya sleep apnea pada anak?

1. Kegemukan.

2. Ada anggota keluarga lain dengan sleep apnea.

3. Anak-anak dengan sindroma down atau gangguan neuro-muskuler.

4. Sering alergi.

5. Asma.

6. Orangtua perokok.

Apa gejala sleep apnea pada anak?

1. Pada waktu malam:

• Sering mengorok keras,

• Berhenti napas, menarik napas dalam. Hal ini dapat membuat anak terbangun dan mengganggu tidurnya,

• Tidur gelisah,

• Berkeringat berlebihan,

• Mengompol.

2. Pada siang hari:

• Mengalami masalah perilaku, sosial dan dalam prestasi sekolah.

• Sulit dibangunkan.

• Sakit kepala, terutama pagi hari.

• Agresif, gelisah, mudah tersinggung.

• Mengantuk.

• Suara bindeng dan napas melalui mulut.

  Sleep apnea juga dihubungkan dengan pertumbuhan terlambat dan gangguan jantung dan pembuluh darah.

Bagaimana pengobatan sleep apnea pada anak?

1.   Operasi pengangkatan amandel (tonsil dan adenoid) oleh dokter spesialis THT. Pada sebagian besar  kasus (85-90%) sleep apnea dapat disembuhkan dengan cara ini.

2.   Bila masih ada sleep apnea dikirim ke dokter gigi TMJ untuk pemakaian oral appliance atau tindakan rapid palatal expansion.

3.  Bila operasi tidak berhasil dipakai alat Continuous Positive Airway Pressure (CPAP). Operasi tidak berhasil biasanya pada 10% kasus, misalnya pada anak yang gemuk atau dengan komplikasi yang berat. Walaupun sleep apnea telah berhasil diobati pada anak, masalah bisa timbul kembali pada dewasa. 

 

KODE ETIK SURVEIOR KARS

Kode Etik Surveior  KARS
Selama pelaksanaan survei

 

 

1.  Bersikap ramah, santun dan terbuka.

2.  Bersikap jujur dan tidak memihak.
3.  Sadar akan kedudukannya, hak dan kewajibannya sebagai wakil KARS.
4.  Menampilkan diri sebagai penasehat dan pembimbing.
5.  Memegang teguh rahasia yang berkaitan dengan tugasnya.
6.  Menjaga kondisi kesehatan dan menghilangkan kebiasaan tidak sehat.
7.  Patuh terhadap ketentuan setempat di rumah sakit.
8  .Menjaga penampilan di rumah sakit dalam hal berpakaian.
9.  Menguasai dan mengikuti perkembangan IPTEK, dalam bidang keahliannya

      terutama dalam bidang pelayanan kesehatan, peningkatan mutu, praktek klinis,

      manaje-men RS dan instrumen akreditasi.
10.Bekerja sesuai pedoman dan kode etik yang ditetapkan oleh KARS.
11.Tidak menggunakan KARS untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu atau

      melakukan promosi diri dengan tujuan memperoleh imbalan.

 

Komitmen Surveior
Do not list

 

1.   Tidak boleh menerima uang dari rumah sakit yang disurvei.
       a. Diberi Uang secara langsung/dalam amplop agar ditolak/dikembalikan
       b. Bila mendapat bingkisan oleh-oleh tertutup, harus langsung dibuka ditunjukkan

            kepada pemberi dan saksi. Bila berisi uang segera dikembalikan kepada pemberi. 
       c.Pemberian suvenir/oleh-oleh hanya diterima bila nilainya kurang dari Rp 1.000.000 (sejuta rupiah) 
2.   Berwajah sangar, supaya kelihatan berwibawa.
3.   Menyatakan kelulusan atau ketidak lulusan selama survei.
4.   Menakut-nakuti seolah olah RS tak lulus saat exit conference.
5.   Membentak-bentak staf RS karena berbagai sebab.
      (misal staf RS lambat dalam menyiapkan dokumen dll).
6.   Meminta fasilitas di luar bidang akreditasi.
7.   Meminta fasilitas RS untuk mengajak keluarga.
8.   Meminta fasilitas hotel, restoran dan transportasi yang berlebihan diluar kemam-puan RS.
9.   Menyalahkan tanpa dasar dan tak memberi solusi.
10.Merokok (semua surveior harus memberikan contoh larangan merokok) selama ke-giatan survei.
11.Minum minuman keras.
12.Memakai baju seksi /seronok /tidak sopan pada saat penilaian (bagi wanita).
13.Memakai baju casual, jean pada saat penilaian (bagi pria ).
14.Menawarkan diri sebagai pembimbing diluar ketentuan KARS.
15.Tidak boleh meminta oleh-oleh. Bila menerima suvenir, nilainya dibawah Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) 
16.Memangkas jumlah hari survei.
17.Meninggalkan RS disaat jam kerja.
18.Menjanjikan kelulusan.
19.Meminta fasilitas yang tidak dimungkinkan oleh RS.
20.Memberikan komentar negatif terhadap pembimbingatau surveior lain.

Komitmen Surveior
Do  list

 

1.  Berwajah gembira, agar tak ada “ketakutan” dari staf  RS
2.  Bersikap komunikatif.
3.  Memberi motivasi kepada RS agar tetap bersemangat dalam upaya meningkatkan mutu.
4.  Bersikap sabar walau staf RS terasa lambat dalam menyiapkan dokumen.
5.  Memberi solusi atas kekurangan dan kekeliruan dokumen.
6.  Berpakaian rapi pada saat survei (berdasi bagi laki-laki).
7.  Melaksanakan akreditasi sesuai jumlah hari yang telah ditetapkan.
8.  Kelulusan RS akan ditetapkan oleh KARS.

——————

 

 

 

Ditetapkan dalam 
Rapat KARS, 24 Juni 2013

SURAT EDARAN MENKES : PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA BPJS

 

 

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK   INDONESIA

 

 

 

 

 

Yang  terhormat,

 

1.   Para  Kepala   Dinas   Kesehatan   Provinsi  seluruh    Indonesia

2.    Para  Kepala   Dinas   Kesehatan   Kabupaten/Kota    seluruh    Indonesia

3.    Ketua   Perhimpunan    Rumah    Sakit   (PERSI)

4.    Ketua  Asosiasi  Dinas   Kesehatan   (ADINKES)

5.    Ketua   Asosiasi  Klinik  Indonesia  (ASKLIN)

6.    Ketua   Perhimpunan    Klinik  dan  Fasilitas  Pelayanan   Kesehatan

Primer   Indonesia   (PKFI)

7.    Ketua   Pengurus   Besar   Ikatan   Dokter   Indonesia   (PB IDI)

8.    Ketua   Pengurus   Besar   Persatuan   Dokter   Gigi Indonesia   (PB PDGI)

9.    Ketua   Pengurus   Persatuan   Perawat  Nasional  Indonesia   (PPNI)

10. Ketua   Pengurus   Ikatan    Bidan   Indonesia  (IBI)

11. Ketua   Pengurus   Ikatan   Apoteker  Indonesia  (IAI)

 

 

SURAT EDARAN NOMOR HK/MENKES/32/I/2014

 

TENTANG

 

PELAKSANAANPELAYANANKESEHATANBAGI PESERTA BPJS KESEHATANPADA FASILITASKESEHATAN TINGKATPERTAMADAN FASILITASKESEHATANTINGKATLANJUTANDALAM

PENYELENGGARAANPROGRAM JAMINAN KESEHATAN

 

 

Dalam     Penyelenggaraan

Jaminan     Kesehatan

Nasional    telah

ditetapkan    berbagai   peraturan

an tara   lain     Peraturan

Presiden   Nomor

12 Tahun    2013   tentang    Jaminan   Kesehatan   yang   telah   diubah    dengan

Peraturan     Presiden    Nomor     111    Tahun      2013     tentang       Perubahan Peraturan   Presiden  Nomor   12 Tahun    2013   tentang    Jaminan   Kesehatan, Peraturan    Menteri  Kesehatan    Nomor   69   tahun     2013   tentang     standar tarif   pelayanan    kesehatan    pada    fasilitas   kesehatan      tingkat   pertama dan     fasilitas    kesehatan      tingkat      lanjutan     dalam      penyelenggaraan program  jaminan    kesehatan    dan   Peraturan    Menteri  Kesehatan   Nomor

71  Tahun    2013   tentang    Pelayanan   Kesehatan   pada   Jaminan   Kesehatan

Nasional.

 

 

 

-2-

 

 

Surat     Edaran    ini   ditujukan     untuk     memperjelas     penyelenggaraan Jaminan     Kesehatan     Nasional    agar    berjalan    dengan    efektif   dan    efisien dalam       pemberian       Pelayanan      Kesehatan      Pada      Fasilitas      Kesehatan Tingkat   Pertama   Dan   Fasilitas   Kesehatan    Tingkat   Lanjutan.

 

Mengingat   ketentuan     :

 

1.

Undang-Undang

Nomor   40   Tahun    2004     tentang     Sistem    Jaminan

 

Sosial    Nasional

(Lembaran    Negara   Republik    Indonesia    Tahun    2004

Nomor   150,   Tambahan     Lembaran    Negara  Republik   Indonesia    Nomor

4456);

 

2.

Undang-Undang

Penyelenggara

Nomor

Jaminan

24

Sosial

Tahun         2011 (Lembaran

tentang

Negara

Badan

Republik

Indonesia

Republik

Tahun      2011     Nomor   116,    Tambahan

Indonesia    Nomor   5256);

Lembaran

Negara

3.

Peraturan

Presiden      Nomor

12    Tahun

2013      tentang      Jaminan

 

Kesehatan

(Lembaran      Negara

Republik

Indonesia      Tahun     2013

                   

 

 

 

Nomor

29)  yang    telah    diubah   dengan   Peraturan

Presiden

Nomor   111

Tahun

2013      tentang     Perubahan      Peraturan

Presiden

Nomor    12

 

 

Tahun      2013       tentang      Jaminan       Kesehatan       (Lembaran      Negara

Republik   Indonesia    Tahun   2013    Nomor  255);

 

4.                     Peraturan       Menteri     Kesehatan      Nomor    69     Tahun     2013      tentang Standar                   Tarif      Pelayanan      Kesehatan      Pada      Fasilitas       Kesehatan Tingkat       Pertama    Dan    Fasilitas    Kesehatan    Tingkat    Lanjutan      (Berita Negara   Republik   Indonesia    Tahun   2013    Nomor   1392   );

5.    Peraturan       Menteri     Kesehatan      Nomor    71    Tahun     2013      ten  tang Pelayanan                       Kesehatan      pada     Jaminan      Kesehatan      Nasional     (Berita Negara  Republik   Indonesia    Tahun   2013    Nomor   1400).

 

Bersama   ini  disampaikan     sebagai   berikut:

 

 

1.   Surat  Rujukan:

 

a.     Kedaruratan     medik    tidak    membutuhkan      surat    rujukan.

 

 

 

-3-

 

 

b.     Surat  rujukan   dibutuhkan   untuk   pertama  kali   pengobatan  ke Fasilitas  Kesehatan   Tingkat Lanjutan,  dan   selanjutnya   selama masih  dalam  perawatan   dan   belum  di  rujuk  balik  ke  Fasilitas Kesehatan             Tingkat    Pertama    tidak    dibutuhkan     lagi     surat rujukan.     Dokter  yang  menangani   memberi   surat   keterangan masih dalam perawatan.

 

2.    Obat  penyakit    kronis

 

Pada  mas a   transisi,    fasilitas   kesehatan    tingkat   lanjutan    dapat memberikan tambahan  resep obat  penyakit kronis (berdasarkan Formularium   Nasional)  diluar   paket  INA  CBQ’s  sesuai   indikasi medis  sampai  kontrol  berikutnya   apabila  penyakit   belum  stabil. Resep tersebut  dapat  diambil di  depo farmasi/ apotek  yang bekerja sarna dengan BPJS Kesehatan.

 

3.  Obat   penyakit      kronis       dapat  diberikan  oleh   Fasilitas   Kesehatan Tingkat           Pertama    sebagai    program   rujuk    balik    (PRB)  melalui apotek/ depo  farmasi  yang  bekerjasama   dengan  BPJS  Kesehatan. Ketentuan      ini    diberlakukan     untuk    penyakit-penyakit     diabetes melitus,  hipertensi,  jantung,  asma,  Penyakit Paru   Obstruktif  Kronis (PPOK), epilepsi,  skizofren,  sirosis  hepatis,   stroke,   dan    Sindroma Lupus Eritromatosus   (SLE).

 

4.  Penyakit     yang    menggunakan     obat   Program    Pemerintah      seperti penyakit    HIV   dan    AIDS, Tuberkulosa   (TB),  malaria,   kusta,   dan Penyakit lain  yang ditetapkan  oleh  Menteri, diatur  secara tersendiri.

 

5.  Pemberian    Obat  Kemoterapi,   Thalassemia    dan  Hemofilia:

 

a.   Disamping    dilakukan     di     Fasilitas    Kesehatan     Tingkat    III, pemberian            obat    untuk   kemoterapi,   thalassemia,    dan    hemofilia juga    dapat  dilakukan   di  Fasilitas  Kesehatan  Tingkat  II  dengan mempertimbangkan         kemampuan      fasilitas     kesehatan      dan kompetensi  sumber  daya manusia  kesehatan.

 

b.  Dalam    kondisi    tertentu     pemberian     obat      kemoterapi     dan thalassemia  dapat  dilaksanakan   di pelayanan  rawat jalan.

 

 

-4-

 

 

c.   Selama masa transisi  berlaku ketentuan  sebagai berikut:

1)  Pengajuan   klaim  pada  pemberian   obat    kemoterapi   berlaku sesuai          dengan    tarif     INA-CBG’s  ditambah    dengan    obat kemoterapi.

2)  Pengajuan   klaim  pada   pelayanan   rawat  jalan   thalassemia dilakukan    dengan    input     data      pasien    sesuai     pelayanan thalassemia  rawat inap   dalam INA-CBG’s.

d.  Pada pelayanan  rawat inap   hemofilia A dan   hemofilia B,  berlaku penambahan                                 pembayaran   klaim  diluar   tarif    INA-CBG’s yang besarannya  sarna  untuk   semua  tingkat  keparahan   kasus   serta semua kelas perawatan.

 

e.   Besaran     penambahan      pembayaran     hemofilia dimaksud       pada    huruf    d    sesuai    kelas    rumah

regionalisasi tarif, dengan ketentuan  sebagai berikut:

sebagaimana sakit    dan

 

 

 

KELAS   RUMAH  SAKIT

 

EGIONAL            RSUPN (Rp)

RSKRN (Rp)

A (Rp)

B (Rp)

C

(Rp)

D

(Rp)

REG  1

12.178.437

10.898.885

9.908.077

7.914.235

6.298.828

5.272.740

REG  2

 

 

9.997.250

7.985.463

6.355.517

5.320.195

REG  3

 

 

10.026.974

8.009.206

6.374.414

5.336.013

REG  4

 

 

10.175.595

8.127.719

6.468.896

5.415.104

REG  5

 

 

10.264.768

8.199.147

6.525.586

5.462.559

 

 

6.  Penjaminan     terhadap    bayi  baru  lahir  dilakukan  dengan  ketentuan sebagai berikut:

a.    Bayi baru  lahir  dari   peserta  PBI  secara  otomatis  dijamin  oleh

BPJS  Kesehatan.  Bayi tersebut  dicatat  dan   dilaporkan  kepada BPJS Kesehatan oleh  fasilitas kesehatan  untuk  kepentingan rekonsiliasi data   PBI.

b.     Bayi  anak   ke-l     (satu)  sampai  dengan   anak   ke-3  (tiga) dari peserta       pekerja  penerima  upah   secara   otomatis  dijamin  oleh BPJS Kesehatan.

 

 

-5-

 

 

c.    Bayi baru   lahir   dari   :

1)     peserta  pekerja bukan  penerima upah;

2)     peserta  bukan  pekerja; dan

3)     anak keA   (empat) atau   lebih dari  peserta  penerima  upah, dijamin  hingga  hari   ke-?   (tujuh) sejak kelahirannya   dan   harus segera didaftarkan  sebagai peserta.

d.   Apabila   bayi    sebagaimana    dimaksud    dalam   huruf    c   tidak didaftarkan         hingga  hari   ke-?   (tujuh)  sejak  kelahirannya,   mulai hari      ke-S    (delapan)   bayi    tersebut   tidak   dijamin   oleh    BPJS Kesehatan.

Surat Edaran  ini  mulai berlaku  pada tanggal  1 Januari   2014. Demikian Surat  Edaran  ini  disampaikan  untuk  dapat  dilaksanakan

sebagaimana  mestinya.

 

 

Ditetapkan  di Jakarta

pada tanggal  16 Jan  uari   20 14

 

 

KESEHATAN SIA,

 

 

 

 

 

NAFSIAHMBOI

UPAYA KESEHATAN BAGI BENCANA ERUPSI SINABUNG

Erupsi Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang berlangsung sejak 3 November 2013 sampai dengan saat ini (20/1) telah banyak menimbulkan kerugian dan memakan korban jiwa. 
 
Dalam laporannya pada Rapat Koordinasi Bidang Kesra di kantor Kemenkokesra,  Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, di Jakarta (20/1) menyatakan bahwa upaya penanggulanan krisis kesehatan telah dilakukan baik oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, dan Kementerian Kesehatan di bawah koordinasi Pusat Penanggunlangan Krisis Kesehatan dengan melibatkan unit unit lintas program terkait.
 
Upaya penanggulangan krisis kesehatan yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan ialah  pemberian bantuan obat obatan, Makanan Pengganti ASI dan logistik kesehatan, melakukan analisis kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi dalam situasi bencana mendata jumlah ibu hamil dan Balita di semua pengungsian. Selain itu, mengirim tim kesehatan jiwa semenjak bulan November Desember 2013 untuk memberikan pelayanan kesehatan di pos kesehatan dan memetakan kesehatan jiwa di tiap Posko serta memberikan pelayanan kesehatan. 
 
Sementara dalam upaya pencegahan penyakit dan penyehatan lingkungan, tim gabungan Kemenkes yang terdiri dari Pusat Penanggulangan Krisis dan Subdit Kesehatan Matra dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKL PP) Kelas I Medan bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Karo terus melakukan pemantauan kualitas udara, air bersih dan air munum, sanitasi lingkugan dan penanggulangan vektor melalui penyemprotan di pos penampungan pengungsi. 
 
Tim BTKL PP Kelas I Medan juga melakukan pengendalian vektor lalat di 5 lokasi pos penampungan pengungsi (Pos Penampungan Pengungsi Jamburtaras Kec. Berastagi, Pos Penampungan Pengungis Masjid Istihrar Kec. Berastagi, Pos Penampungan Pengungsi Lau Gumba II Kec. Berastagi, Pos Penampingan Pengungsi Lau Gumba I Kec. Berastagi, Pos Penampungan Pengungsi Khusus Lansia dan balita di GBI Bether Lau Gumba I Kec. Berastagi). 
 
Berdasarkan informasi dari Pemerintah Kabupaten Karo, sampai dengan tanggal 18 Januari 2014 sebanyak 27.671 jiwa atau 8.647 Kepala Keluarga tersebar di 41 titik pengungsian.
 
Aklibat dari erupsi, sejumlah 4 Kecamatan yang terdiri dari 2 Dusun dan 32 Desa terkena dampaknya, yaitu Kecamatan Tiganderket: Desa Mardinding, Desa Kutabaru, Desa Temberun, Desa Tiganderket, Desa Perbaji, Desa Tanjung Merawa; Kecamatan Payung: Desa Selandi lama, Desa Sukameriah, Desa Ciambang, Desa Guru kinayan, Desa Rimo Kayu; Kecamatan Simpang Empat: Desa Berastepu, Dusun Sibintun, Desa Gamber,  Desa Kuta Tengah, Desa Jeraya, Desa Pintu Besi, Desa Tiga Puncur; Kecampatan Namanteran: Dusun Lau Klawar, Desa bekerah, Desa Simacem, Desa Kutarayat, Desa Naman, Desa Sigaranggang, Desa Kutambelin, Desa Kebayaken, Desa Kutatonggol, Desa Sukanalu, Desa Kuta Gunggung, Desa Gung Pinto.
 
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website http://www.depkes.go.id dan alamat email kontak@depkes.go.id

Waspadai 5 Kecelakaan Saat Balita Belajar Jalan

Ketika sang buah hati mulai menunjukkan upaya untuk belajar berjalan, Anda sebagai orangtua pasti merasa bahagia namun sekaligus khawatir. Wajar saja Anda merasa demikian,  pasalnya saat buah hati belajar berjalan, saat itu pula risiko kecelakaan akan mereka alami.

Saat belajar berjalan, balita seolah menemukan dunia baru. Balita penuh rasa penasaran mencoba, mendekat, menyentuh sesuatu tanpa memikirkan risiko tiba-tiba terjatuh, kepala terbentur, lecet, berdarah dan lain sebagainya. 

Menghadapi situasi ini, tidak ada jalan lain selain pengawasan ekstra ketat dari orangtua. Termasuk mengetahui jenis kecelakaan apa saja yang kerap menimpa balita saat mereka belajar berjalan.Berikut ini lima jenis kecelakaan yang kerap menimpa mereka.  

1. Menggelinding dari tangga

Tangga selalu menarik di mata balita. Bagi balita, area ini adalah inovasi arsitektur yang sangat menarik untuk dicoba. Saat mereka belajar berjalan, godaan pertama di tangga adalah mencoba langkah-langkah mereka sendiri. Lantaran terlalu asyik mencoba tangga, bisa jadi membuat balita tergelincir kemudian berguling-guling di tangga. 

2. Kepala terbentur

Kepala balita terbentur menjadi kecelakaan yang tak dapat dihindarkan saat balita mulai belajar berjalan. Dari posisi merangkak kemudian berdiri tegak atau mulai berjalan, kadang kepala balita membentur benda di dekatnya. Mereka belum akurat mengukur tinggi rendah furnitur di sekitarnya. Ada baiknya, orangtua lebih waspada dengan menempatkan furnitur dengan sudut tumpul. Sehingga saat balita terbentur tidak akan membahayakan keselamatannya. 

3. Merobohkan perabotan

Saat balita belajar berjalan, mereka memiliki kecenderungan untuk menggoyang-goyangkan benda di sekitarnya. Kalau sekedar mainan tidak akan jadi masalah. Tapi, kalau balita menggoyang televisi, lemari mainan atau perabot lainnya? Goyangan dari balita bisa membuat barang tersebut bergetar dan berpotensi jatuh. Dalam beberapa kasus, hal ini menimbulkan kecelakaan serius bagi balita. Bayangkan bila perangkat televisi Anda menimpa buah hati.

4. Jatuh dari ranjang

Apabila balita Anda termasuk tipe aktif atau sedang gelisah, jangan sekali-kali meninggalkannya sendirian di atas ranjang. Meskipun saat ia tidur. Anak balita yang terlalu bersemangat dan sedang belajar berjalan akan mencoba untuk turun dari tempat tidurnya, walaupun Anda sudah meletakkan bantal-bantal di sekitarnya. Jatuh dari tempat tidur bisa menyebabkan cedera serius seperti kepala bengkak. 

5. Melompat dari kursi makan

Saat makan, balita biasanya duduk di kursi khusus makan. Kursi ini tinggi dan jauh dari pijakan balita. Karena memiliki keinginan untuk berjalan serta terbebas dari kursi, secara naluriah balita mencoba turun bahkan melompat dari kursi. Tak pelak lagi, balita akan lecet atau luka-luka karena aksinya.
Jadi, apabila melihat risiko di atas, para orang tua tentu perlu waspada, tetapi juga tidak perlu merasa cemas atau membatasi ruang gerak anak secara berlebihan. Yang penting, pastikan anak dalam jangkauan dan pengawasan yang baik dari Anda. Memberi kesempatan yang luas kepada anak untuk bereksplorasi akan sangat bermanfaat bagi proses tumbuh kembang mereka.  Selamat mengasuh anak!

Alergi pada Bayi Bisa Dicegah

Alergi bukan cuma dipengaruhi oleh riwayat keluarga karena setiap bayi memiliki risiko alergi sampai 15 persen. Karena itu deteksi dini dan tindakan pencegahan timbulnya gejala sangat penting diketahui.

Anak-anak yang lahir dari orangtua yang memiliki riwayat alergi, baik salah satu atau kedua orangtuanya, beresiko tinggi menderita alergi juga. 

“Pada bayi yang termasuk beresiko tinggi itu perlu dilakukan tindakan pencegahan. Pencegahannya harus sangat dini atau terlambat sama sekali,” kata Prof.Urlich Whan, pakar bidang Pneumonolgy dan Allergology dari Jerman dalam acara bertajuk Pencegahan Alergi Primer dan Dampak Ekonomi di Jakarta (19/3/13).

Urlich menjelaskan pentingnya pencegahan primer bahkan sebelum bayi lahir. “Ibu hamil, terlebih jika ada riwayat alergi, harus menghindari paparan asap rokok,” katanya.

Asap rokok, menurut Dr.Zakiudin Munir, Sp.A(K), konsultan alergi dan imunologi dari FKUI/RSCM Jakarta, bisa merusak barier di plasenta. 

“Selain itu asap rokok juga akan mengganggu pertumbuhan paru pada janin sehingga anak kelak akan beresiko asma. Zat-zat dalam rokok juga merangsang sitokin-sitokin dalam tubuh sehingga memicu alergi,” kata Zakiudin.

Calon ibu yang memiliki alergi tidak disarankan melakukan pantang makanan demi mencegah alergi pada bayinya. “Tidak direkomendasikan untuk berpantang makanan saat hamil karena bisa mengganggu pertumbuhan janin,” kata Ulrich.

Setelah melahirkan, bayi sebaiknya diberikan ASI eksklusif. “ASI mengandung protein dari ibu sendiri sehingga tak akan ditolak tubuh. Selain itu ada zat-zat dalam ASI yang meningkatkan imunitas bayi,” imbuh Zakiudin.

Ia menambahkan, berpantang makanan pencetus alergi pada ibu menyusui baru dilakukan jika bayi sudah menderita alergi. “Kalau bayi belum ada gejala alergi sebaiknya tak perlu pantang supaya mutu ASI bagus,” katanya.

Pada bayi yang tidak bisa mendapatkan ASI, pemberian susu terhidrolisis parsial atau susu dengan protein yang sudah dihidrolisis, bisa mencegah risiko alergi. 

“Susu yang terhidrolisis parsial akan membantu tubuh mengenali protein dalam susu tetapi tidak mencetuskan alergi,” kata Ulrich.

Mengapa Ibu Hamil Sering Alami Gatal Kulit?

Perubahan hormonal yang dialami ibu hamil dapat menimbulkan berbagai gangguan, antara lain gatal-gatal pada kulit. Sekitar 2 dari 5 ibu hamil mengalami gangguan kulit ini.

Peningkatkan kadar estrogen selama kehamilan merupakan salah satu penyebab gangguan gatal, tetapi biasanya gangguan ini akan menghilang setelah persalinan.

Beberapa hal yang dalam kondisi normal sering menyebabkan  gatal, misalnya kulit kering, akan membuat rasa lebih gatal saat hamil. Penyakit kulit eksim juga cenderung memburuk selama berbadan dua, walau sebagian wanita justru merasa kondisi kulitnya lebih baik selama hamil. 

Untuk mengurangi rasa gatal, terutama yang disebabkan akibat kondisi kulit yang kering dan teregang, berikut beberapa solusi yang bisa Anda lakukan:

– Cukup banyak minum air putih serta buah dan sayuran yang mengandung banyak air.

– Hindari mandi air hangat karena dapat membuat kulit semakin kering dan rasa gatal bertambah. Gunakan sabun yang lembut dan tanpa pewangi karena bisa menyebabkan iritasi.

– Gunakan pelembab yang tidak mengandung pewangi. 

– Cobalah mengompres bagian kulit yang gatal dengan handuk basah. 

– Pakailah pakaian yang longgar dan berbahan katun yang menyerap keringat. 

– Jika rasa gatal sangat serius, pakailah obat topikal yang direkomendasikan dokter.

Makanan Pokok untuk Menyapih Anak Dua Tahun

Bayi hingga usia enam bulan tercukupi kebutuhan gizinya hanya dengan menyusu ASI. Mulai enam bulan, meski ASI tetap diberikan hingga anak berusia dua tahun, si kecil perlu mengenal makanan pendamping ASI (MPASI). Secara bertahap, anak kemudian mulai mengonsumsi makanan pokok. Lalu, bagaimana jika di atas usia dua tahun, anak masih menyusu ASI?

Tidak ada salahnya memberikan ASI di atas usia dua tahun. Namun, akan lebih baik jika anak mulai belajar mengonsumsi makanan pokok untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. 

Menyapih anak di atas usia dua tahun kemudian menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua. Menurut Sugeng Eko Irianto, MPS, PhD, ahli nutrisi dari Badan Kesehatan Dunia atau WHO, memberikan makanan pokok pada batita dapat menjadi salah satu metode penyapihan.

“ASI setelah anak berusia di atas dua tahun mulai berkurang. Pada waktu inilah makanan pokok anak semestinya mulai dipenuhi. ASI setelah usia dua tahun sebagai pelengkap. Anak boleh saja menyusu, namun makanan pokoknya harus cukup. Makanan pokok juga bisa menjadi metode penyapihan bagi anak di atas usia dua tahun yang masih menyusu,” ungkapnya di Jakarta, Sabtu (14/9/2013).

Sugeng memaparkan, ASI yang semakin berkurang jumlahnya saat anak berusia di atas dua tahun, juga mengurangi kandungan gizi. Karenanya anak memerlukan makanan pokok untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.

Masalahnya, orangtua kerap khawatir anak kurang nutrisinya karena makanan yang dikonsumsi minim nilai gizi. Alhasil, orangtua mengandalkan susu atau bahkan masih memberikan ASI kepada anak di atas dua tahun. 

Kekhawatiran akan minimnya kandungan gizi pada makanan, justru semakin bertambah terkait faktor lingkungan seperti bahan makanan yang tercemar pestisida misalnya. Berbagai kekhawatiran akan kualitas makanan ini, jika tak segera disikapi dengan baik, dapat menyulitkan pemberian makanan pokok pada anak.

Padahal, menurut Sugeng, yang terpenting bagi balita adalah terpenuhi kebutuhan nutrisinya dari makanan pokok yang diasupnya.

Melatih anak makan sejak enam bulan
Pemberian makanan pokok pada balita sebaiknya juga dilakukan bertahap. MPASI sejak usia anak enam bulan menjadi tahapan awalnya.

“Dulu, MPASI diberikan pada anak usia empat bulan. Hasil penelitian kemudian menunjukkan MPASI sebaiknya diberikan mulai enam bulan. Empat bulan masih terlalu dini, bahkan anak bisa kekurangan gizi jika MPASI diberikan sejak empat bulan karena pada masa ini ASI masih sumber nutrisi yang sempurna,” jelas Sugeng.

Memberikan MPASI pada usia empat bulan terlalu dini karena sistem pencernaan bayi belum sempurna. Jika tetap diberikan, risikonya bayi menderita diare dan konstipasi.

Pemberian MPASI pada bayi enam bulan juga sebaiknya dilakukan bertahap. Sesuaikan tahapan makan bayi dengan kemampuan cerna.

“Mulai dengan makanan yang encer terlebih dahulu. Boleh juga mencampur buah dengan ASI, atau membuat bubur susu dengan ASI sebagai campurannya,” ungkapnya.

Saat mengenalkan makanan pada bayi enam bulan, Sugeng juga menyarankan orangtua memberikan variasi makanan.

“Jangan monoton, semakin bervariasi jenis makanannya, anak semakin mengenal berbagai jenis, rasa, tekstur makanan. Memori bayi sangat tinggi pada masa ini. Jadi anak belajar mengenal berbagai jenis makanan pertamanya,” tuturnya.

Dengan memberikan MPASI secara bervariasi, kebutuhan gizi bayi juga terpenuhi lebih baik.

Mendeteksi Gangguan Tumbuh Kembang Lewat Bermain

Orangtua bisa mendeteksi masalah gangguan tumbuh kembang anak lebih dini. Caranya, pilih permainan anak tepat sesuai usia dan dampingi anak saat bermain.

Misalnya, pada usia tiga anak belum bisa memegang pensil, padahal semestinya motorik halus anak sudah berkembang baik. Masalah seperti ini juga bisa mengindikasikan adanya kelainan saraf. Jika masalah semacam ini segera dikenali dan ditangani, tentunya anak terhindar dari berbagai kesulitan ke depannya. 

Dokter anak dr Attila Dewanti, SpA (K) Neurologi, mengatakan, bermain dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak, untuk merangsang motorik kasar, motorik halus, dan kognisi. Permainan yang tepat juga menunjang tumbuh kembang optimal. 

“Otak akan berkembang dengan baik dan optimal bila diberikan sebagai stimulasi sejak dini. Salah satu stimulasinya adalah dengan bermain,” tegas dr Attila di Jakarta beberapa waktu lalu.

Ia melanjutkan, idealnya, anak tidak bermain sendiri melainkan ditemani orangtuanya. Pendampingan orangtua inilah yang bisa membantu mendeteksi sedari dini apakah anak menunjukkan tanda keterlambatan tumbuh kembang.

Dr Attila menjelaskan, bermain punya pengaruh besar terhadap perkembangan sensori dan kognitif. 

Dengan berkembangnya sensori atau pancaindra, anak dapat meningkatkan keterampilan motorik kasar, halus, serta koordinasi. Anak juga memiliki kemampuan bereksplorasi dan melampiaskan kelebihan energinya. 

Lewat bermain, orangtua juga bisa membantu anak mengembangkan kemampuan kognitif. Caranya dengan memberikan permainan yang membantu anak mengeskplorasi dan memanipulasi bentuk, ukuran, tekstur, dan warna. Anak juga bisa mengembangkan kognitifnya dengan pengalaman bermain angka. 

Untuk menstimulasi perkembangan tertentu, orangtua perlu memilih mainan yang tepat. Lewat permainan yang tepat sesuai usia ini orangtua juga bisa mengenali apakah anak mengalami kesulitan atau gangguan tertentu.

Jika ingin menstimulasi pertumbuhan fisik dan motorik kasar, gunakan mainan seperti sepeda roda tiga atau roda dua, mainan yang didorong dan ditarik, juga tali. Sementara, stimulasi motorik halus bisa dilakukan dengan permainan menggunakan gunting yang aman untuk balita, pensil, bola, balok, lilin.

Kecerdasan atau kognitif balita juga bisa distimulasi lewat bermain menggunakan buku gambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil, warna. Kemampuan anak dalam berbahasa juga bisa dilatih lewat bermain. Orangtua perlu menyediakan buku bergambar, buku cerita, majalah, radio, televisi.

Pada usia dua tahun, anak sebaiknya mulai bisa belajar mandiri atau menolong diri sendiri. Anak-anak bisa bermain menggunakan gelas atau piring plastik, sendok, baju, sepatu, kaos kaki.

“Pada tahapan ini paling sering dilupakan oleh orangtua, karena mengandalkan pengasuh atau asisten rumah tangga. Padahal sambil bermain orangtua bisa membantu anak mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri, seperti memakai baju sendiri,” ungkapnya.

Perkembangan tingkah laku sosial anak juga bisa dirangsang lewat bermain. Pilih alat permainan yang dapat dipakai bersama misal congklak, kotak pasir, bola, tali, dan lainnya. Stimulasi ini biasanya bisa diberikan saat anak berusia 3-4 tahun.

“Perhatikan cara anak usia ini bermain, karena dari situ orangtua bisa mendeteksi apakah anak menderita autis atau tidak. Umumnya anak autis ada gangguan di hubungan sosial, tidak bisa menatap mata. Perilakunya selalu diulang, cenderung cuek, dan tidak bisa berkomunikasi. Ini bisa dideteksi saat anak bermain,” tutur dr Attila.